Langsung ke konten utama

Membenci Sesuatu yang Bisa Jadi Baik Bagi Kita

Ilustrasi Syukur

Assalamu’alaikum Bro and Sis yang, inshaallah, dirahmati Allah SWT, masih masalah kekecewaan, masalah, dan ketidakadilah yang menimpa kita, sesungguhnya semua itu muncul hanya karena keterbatasannya daya takar kita.

Ya, semua hanya karena persepsi kita yang tak mampu menjangkau hal-hal yang di luar pengamatan lahir kita yang terbatas. Jangankan masalah hakikat, hikmah, atau pelajaran dibalik semua hal yang kita sesalkan, kadang, untuk konteks perbandingan mana yang lebih baik saja indera kita yang terbatas tak mampu memahaminya.

Pun demikian, berbaiksangkalah, Bro and Sis. Dengan berbaik sangka kita sudah melangkahkan kaki setapak menuju keluasan hati dan selangkah menjauh dari ketersiksaan bathin.

Masih bingung? Misalnya begini, saat ikut ujian masuk PTN, qadarullah menetapkan seorang anak tak bisa masuk ke jurusan Matematika ITB yang kita inginkan. Dan malah diterima di jurusan informatika sebuah kampus swasta. Refleks diri kita langsung memunculkan kekecewaan, kita tak terima, bahkan hampir memutuskan untuk tak mengambil jurusan tersebut.

Setelah banyaknya masukan, dengan berat hati, anak tersebut  akhirnya menjalani juga kuliah di kampus yang tak diharapkan tersebut. 2 tahun berjalan dia mulai menikmati prosesnya. Tahun ke empat dia mulai menekuni segala macam urusan IT yang ternyata sejalan dengan hobinya mengotak-atik program komputer. Sampai akhirnya, menjelang lulus, anak tersebut mampu memiliki penghasilan sendiri dan banyak perusahaan yang menunggu untuk menggunakan jasanya.

Nah, Bro and Sis, di sinilah terkadang kita terburu-buru memberikan vonis buruk terhadap apa yang Allah SWT tetapkan. Padahal, dengan begitu terbatasnya kita dalam mengetahui baik dan buruknya dampak dari sebuah peristiwa, sungguh menyerahkan segala ketetapan yang terjadi kepada Allah SWT adalah sikap yang selakyaknya kita lakukan setelah upaya terbaik telah kita lakukan sebagai bentuk usaha yang wajib kita lakukan.

Dalam hal ini, Allah SWT menjelaskan dalam firmannya:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah 216)

Sebagaimana penjelasan di atas, dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa sifat manusia dengan penilaiannya yang terbatas kadang tak sepaham dengan ketetapan Allah SWT. Bukan berarti kita jangan mempercayai apa yang kita simpulkan baik ya, Bro and Sis.

Maksudnya, setelah usaha kita dengan mencurahkan segenap pikiran dan kerja keras dalam mengusahakan kebaikan, ketika hasilnya ternyata tak sesuai harapan, berbaiksangkalah, Bro and Sis!
Saat kenyataan tak seindah rencana kita, tawakal dan teruslah berbuat baik karena Allah memiliki penilaian lain yang pastinya terbaik untuk kita.


Wallahualam.. Tulisan ini terbit dengan niat sekedar berbagi, Bro and Sis. Belum tentu yang menulis lebih baik dari Bro and Sis. Namun, saling mengingatkan bukanlah hal yang keliru, Ok?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ternyata, Inilah Sifat yang Bisa Memuliakan dan Menghinakan Manusia

Manusia, Mahluk Berakal yang Harus Mencari Posisinya dalam Tatanan Sosial Diakui atau tidak, sebagai makhluk yang hidup dalam tatanan kehidupan yang teratur, manusia memiliki batasan-batasan dalam segala tindak tanduknya. Karenanya, pengendalian diri dari perilaku yang bisa merusak tatanan sosial di lingkungan sekitar mutlak diperlukan guna menghindari konsekuensi negatif bagi diri maupun lingkungan akibat perilaku merusak tersebut. Sejatinya, seorang manusia memang sudah memiliki filter untuk memilah mana yang baik dan buruk untuk dilakukan sebagaimana Freud yang berteori bahwa Ego yang melakukan tindakan dari dorongan dasar Id bisa dikendalikan oleh superego yang bertugas menentukan tindakan ego tadi dengan pertimbangan baik dan buruknya. Dilansir dari belajarpsikologi.com (07/09/17) Namun demikian, kadang manusia tetaplah kalah dan berbuat di luar ketentuan dikarenakan adanya tuntutan kebutuhan maupun syahwat yang terus mendesak. Contoh sederhananya, hukum positif mau

Kaji Ulang Kartika Putri Berhijab dan Rina Nose Lepas Hijab

tribunnews.com Bukan hal yang aneh ketika seorang manusia berganti pilihan sikap. Sikap yang didasari kecenderungan hati memang sangat mungkin berubah sesuai penguatan diri kita sendiri terhadap nilai-nilai yang kita pegang. Karenanya, sungguh tepat jika kita senantiasa memohon kepada Yang Maha Membolak-balikan Hati untuk diberikan karunia berupa keteguhan hati terhadap petunjuk dan ketaatan. Ya muqallibal khulub tsabit khalbi ala dinika watho'atik. Dua dari sekian contoh mudahnya hati manusia berbolak-balik tergambar dari keputusan Rina Nose dan Kartika Putri. Serupa tapi bertolak belakang dua perempuan yang berprofesi sebagai artis ini mantap mengambil keputusan besar dalam hidupnya masing-masing. Yang satu memutuskan membuka hijab yang sempat beberapa bulan menutup kepalanya, yang lainnya malah berazam untuk mulai berhijab. Terlepas niat yang hanya mereka berdua yang tahu pasti, tugas kita tak sisa selain mendo'akan kebaikan atas setiap keputusan yang mereka am

Hukum dan Ketentuan Qurban

Assalamu’alaikum Bro and Sis.. Kurang dari seminggu lagi kita akan bertemu dengan Hari Raya Idul Adha yang juga dikenal dengan Hari Raya Qurban. Sudah siap dengan hewan qurbannya masing-masing? Biar ibadah qurbannya lebih mantap, yuk kita baca lagi beberapa dall menyangkut ketentuan qurban yang tercantum dalam hadist Nabiullah Muhammad Saw. Perintah Qurban “Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.” QS. Al Kautsar 1-2 Dalam ayat tersebut jelaslah Allah SWT memerintahkan kita untuk berkurban. Namun, sebagaimana perintah sholat dalam ayat tersebut, sifat perintah berkurban bersifat umum / tidak spesifik. Adapun penguatan bahwa hukum berqurban adalah sunah, dapat dilihat dalam hadis, Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: “ Saya menyaksikan bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diber