sumber: http://www.ct.gov |
Perbaikan dalam hidup adalah
hal yang wajar diazamkan oleh semua pihak. Secara makro, pemerintah tentu
memiliki visi perbaikan bagi segenap rakyatnya dalam kerangka kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pun dalam skala mikro, tiap individu pasti
berkeinginan melangkah ke arah perbaikan dalam hidupnya.
Dalam usaha mewujudkan perbaikan tersebut, konsep dasar
dicanangkan dan langkah strategis pun dibuat guna merealisasikannya. Untuk
tingkat pemerintahan, upaya ini bisa dimulai dengan pengambilan kebijakan
strategis pembangunan diikuti oleh program kerja kabinet yang disiapkan sebagai
pelaksana kebijakan tersebut. Perbaikan itu sendiri bukan hanya mencakup aspek
fisik, melainkan juga psikis. Tak hanya jasmani, tetapi juga rohani. Dengan
kata lain, perbaikan kehidupan tak selesai hanya pada bidang kesejahteraan
ekonomi dengan parameter rakyat telah mandiri secara finansial dan tercukupi
segala kebutuhan. Kalaupun demikian, tak bisa dimungkiri, ukuran rakyat makmur
secara ekonomi masih menjadi acuan utama terwujudnya perbaikan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Pun di tingkat bawah, sejalan dengan paradigma tersebut,
rakyat terus didorong maju oleh impian perbaikan ekonomi pada dirinya dan
keluarga sebagai lingkungan pertama yang ada di bawah tanggung jawabnya. Sayangnya,
semangat yang kurang dibekali pengetahuan tak jarang membawa usaha tersebut
malah mengundang kerugian. Mencuatnya rupa-rupa bentuk penipuan usaha investasi
akhir-akhir ini adalah bukti nyata dari fenomena
tersebut.
Sedikit bercerita, beberapa bulan lalu, banyak rekan kerja
saya bergabung pada sebuah lembaga usaha bermodel multilevel marketing (MLM).
Diimingi total pendaatan yang hampir mencapai 3 kali lipat dari modal yang
ditanam selama kurang lebih 2 tahun, ramai-ramailah mereka masuk sebagai
peserta investasi dari perusahaan tersebut. Nominal investasinya pun cukup
besar menurut saya. Mulai dari paket investasi terkecil nominal 3 jutaan sampai
paket terbesar dengan nominal 72 juta rupiah. Kalaupun pihak perusahaan
berkilah sistemnya sekedar dagang biasa, promotion
fee, bonus upline, member get member, dan skema kaki kanan
dan kiri, sudah cukup menjelaskan tentang model bisnis yang mereka jalankan.
Apa yang terjadi? Bulan Desember 2016 lalu, beredarlah
kabar bahwa OJK dan Satgas Waspada Investasi menutup 6 usaha investasi yang
tidak memiliki izin dari otoritas manapun karena berpotensi merugikan
masyarakat. Mengejutkan, dari keenam perusahaan yang ditutup tersebut, salah
satunya adalah lembaga usaha tempat rekan-rekan saya tergabung. Innalillahi
wainna ilahi rojiun.
Cerita lain tentang kelamnya bisnis investasi juga datang
dari tetangga saya. Berawal hendak membuka usaha minuman segar, langkah beliau
malah diarahkan Sang Teman untuk membeli frenchise
produk minuman segar yang konon telah teruji kesuksesannya. Sayang, saking
banyaknya peminat, perusahaan minuman tersebut bertransformasi menjadi
perusahaan yang menawarkan investasi model BO atau bisnis online. Tetangga saya
pun bergabung dengan janji mendapat bagi hasil 20% dari modal dalam jangka waktu
tiga bulan.
Awalnya, tetangga saya hanya berinvestasi sebesar 3 juta
rupiah. Namun, seiring waktu berjalan dan investasi yang beliau jalankan tidak
ada masalah, beliau pun terus menambah investasinya. Sampai akhirnya, uang 97
juta rupiah tertahan di perusahaan yang kini sudah tak beroperasi lagi.
Kalaupun sekarang kita terheran-heran kenapa bisa sampai
menaruh kepercayaan untuk berinvestasi begitu besar, dengan keuntungan yang
sempat didapatkan, sebagai ibu rumah tangga, siapa pun pasti tergiur dengan
keuntungan 20% tanpa harus keluar rumah.
Belum cukup dua contoh di atas, praktek investasi yang
dikelola oleh KSP Pandawa di depok bisa dijadikan contoh kasus investasi yang
paling hangat dibahas di berbagai media. Tentu saja, ini di luar model investasi
penggandan uang ala Kanggeng Dimas Taat Pribadi yang terlalu naif untuk
diungkap sebagai ketidakcermatan dalam berinvestasi.
Saya tidak anti investasi, model usaha investasi jelas bisa
menjadi pilihan yang tepat saat kita memiliki modal atau dana yang belum bisa
jalankan secara mandiri. Hanya saja, pemahaman tingkat resiko (mitigasi resiko)
adalah bekal utama yang dibutuhkan dalam berinvestasi. Poinnya, jangan sampai
investasi yang kita lakukan sekedar tergiur oleh ‘janji’ keuntungan besar
semata namun malah kerugianlah yang kita dapat karena resiko yang tidak kita
perhitungkan.
Sebagai umat islam, usaha memitigasi resiko dalam
berinvestasi sebetulnya cukup dengan menelaah sisi syariah pada model investasi
yang ditawarkan. Jika dalam sistem kerja investasi tersebut terdapat unsur yang
bertentangan dengan nilai-nilai syariah islam, maka kita wajib menghindarinya.
Berpijak pada beberapa investasi palsu yang dicontohkan
di atas, terdapat beberapa karakteristik dari model bisnis tersebut, mari kita
coba sandingkan dengan ketentuannya dalam syariah islam.
Beberapa
karakteristik
investasi palsu:
- Besar keuntungan yang akan didapatkan telah ditentukan dari awal sehingga peserta bisa mengkalkulasi sendiri untung yang akan didapatkannya.
- Jenis usaha yang dijalankan dijanjikan mampu meraup untung berkali lipat besarnya daripada usaha sejenis yang dikelola secara mandiri.
- Anggota yang terdahulu mendapatkan porsi keuntungan dari masuknya investasi anggota baru.
- Barang yang menjadi komoditas usaha tidak berbentuk fisik, atau hanya ada dalam pencatatan saja / sistem.
- Perjanjian dan komitmen yang dibuat antara investor dan perusahaan banyak dilakukan secara lisan dengan landasan kepercayaan.
Tinjauan
dalam syariah islam:
1.
Usaha dalam bidang apapun tidak ada yang mungkin memiliki
keuntungan yang tetap. Paling mungkin, para pelaku usaha melakukan estimasi yang
didukung dengan antisipasi pada sisi resiko. Tidak ada yang bisa menjamin untung dan rugi
apalagi besaran laba yang pasti didapatkan dalam sebuah perniagaan yang kita
jalankan.
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT
“.. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. ..” (Q.S
Luqman: 34)
2. Sebenarnya, tidak
ada larangan untuk mendapatkan keuntungan di atas kewajaran. Kaitannya ada pada
rasionalisasi jenis usaha dan hasil yang didapatkan dari usaha tersebut. Bagi
para pelaku usaha yang telah cukup berpengalaman, gambaran keuntungan dari
suatu jenis usaha bukanlah hal yang sulit untuk didapatkan.
Terlebih untuk jenis usaha
investasi, keuntungan tidak mungkin didapat lebih besar dari usaha yang kita
jalankan secara langsung. Selain biaya produksi, beban operasional dan promosi
adalah faktor-faktor lain yang bisa mengurangi besaran keuntungan yang
didapatkan.
Di sinilah muncul potensi terjadinya
kebohongan dari perusahaan investasi fiktif yang menggambarkan jenis usahanya
mampu memberikan profit lebih karena barang langsung dari produsen, diskon
besar untuk pembelian barang yang dilakukan dalam partai yang besar, atau dana
ditanamkan pada sektor usaha lain yang sangat menguntungkan, misalnya.
Perilaku yang tidak jujur tersebut tentu
sudah melanggar kaidah bermuamalah yang sesuai
syariah. Dua contoh dasar hukumnya
dalam
islam antara
lain:
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (Q.S Al
Ahzab: 70),
“Barang siapa yang menipu, maka
tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan,
tempatnya di neraka." (HR Ibnu Hibban)
3. Adanya bagian
keuntungan untuk anggota terdahulu dari masuknya investasi anggota baru adalah ciri
khas bisnis yang menggunakan skema ponzi. Secara istilah, skema Ponzi adalah
modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang
mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya. Muncul di amerika
serikat sekitar tahun 1920, model investasi ini dilarang karena berpotensi
merugikan orang lain. Charles Ponzi
sebagai pencetusnya pun ditangkap dan dipenjara.
Dalam pandangan islam, skema ponzi
jelas tidak boleh digunakan dikarenakan dengan model bisnis ini, investor
terdahulu mendapat keuntungan dari modal investor baru yang belum tentu
menghasilkan. Hal ini mirip dengan sistem ijon yang memperjualbelikan buah yang
masih mentah dan dilarang oleh islam sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist
berikut: Dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjualan buah-buahan (hasil tanaman)
hingga menua? Para sahabat bertanya: “Apa maksudnya telah menua?” Beliau
menjawab: “Bila telah berwarna merah.” Kemudian beliau bersabda: “Bila Allah
menghalangi masa penen buah-buahan tersebut (gagal panen), maka dengan sebab
apa engkau memakan harta saudaramu (uang pembeli)?” (Muttafaqun ‘alaih)
4. "Bahwasannya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli yang mengandung unsur
ketidak jelasan (gharar). (H.R Muslim)
Dari hadist tersebut di atas, sangat
jelas, bahwa jual beli yang sah harus melibatkan unsur kejelasan. Adanya
barang, harga yang disepakati dan kesesuaian akad yang dilakukan.
Tidak adanya barang real dalam sebuah transaksi dikhawatirkan
mendekatkan proses tersebut ke arah penipuan yang bisa merugikan pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya.
5. Akad yang jelas adalah syarat mutlak bermuamalah dalam
islam. Apakah itu masuk ke transaksi jual beli (murabahah), sewa (ijarah),
kongsi (musyarakah), qard (utang), atau yang lainnya. Semua harus sesuai akad
perjanjian karena masing-masing memiliki aturan dan syarat yang berbeda-beda.
Tentu saja, ini semua ditujukan untuk kemaslahatan semua pihak yang terlibat dalam
transaksi tersebut.
Berinvestasi bukan sekedar menitip uang untuk diusahan dengan tujuan meraup
keuntungan semata. Dari penelusuran penulis, akad seolah tidak lebih penting untuk
diperhatikan dibanding untung yang akan didapatkan. Jangankan surat perjanjian,
pada satu kasus investasi palsu yang saya temui, peserta hanya menyetor uang ke
rekening penampungan. Ajaibnya, rekening tersebut hanya berupa rekening pribadi
dan tanpa ragu mereka menyetor dengan motivasi keuntungan yang konon telah
dirasakan oleh para peserta sebelumnya.
Ketika ditanyakan tentang apa akadnya, seperti apa perjanjiannya, ternyata
tidak ada dokumen perjanjian tertulis antara perusahaan dan peserta terkait
penanaman modal tersebut. Yang ada hanya selembar bukti transfer atau setoran
ke rekening atas nama pribadi.
Dalam praktek seperti ini, jangankan secara syariah islam, secara hukum
positif saja, investor tidak memiliki kekuatan secara legal formal jika dana
yang dia tanamkan akhirnya raib.
Padahal, untuk transaksi yang beresiko, semisal transaksi non tunai, islam
mengajarkan untuk melakukan pencatatan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mendiktekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari
hutangnya..” (Q.S Al-Baqarah: 282)
Dari uraian di atas, investasi palsu bukanlah hal yang
sulit untuk kita kenali. Dengan demikian, ketika datang sebuah tawaran
investasi yang di dalamnya terdapat unsur yang tidak diperbolehkan oleh syariah,
menolak adalah tindakan tepat. Islam itu fitrah manusia dan tak akan salah
dalam menegakan hukumnya. Kalaupun misalkan ada yang dilegalkan secara hukum
positif tapi dia tidak sesuai dengan syariat, pasti selalu ada mudaratnya.
Karenanya, mulai dari diri
pribadi, mari kita berusaha melakukan perbaikan kehidupan ekonomi dengan cara
yang baik dan sesuai syariat islam. Semoga dengan modal taat kita terhadap syariah
islam dalam bermuamalah, kita terhindar dari penipuan dan tercapai segala
tujuan.
Lebih jauh lagi, dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, ketika syariah islam telah menjadi modal
dalam usaha perbaikan kehidupan ekonomi, diharapkan, model investasi palsu yang
saat ini marak di negeri kita, tidak akan lagi memiliki tempat untuk berkembang
dan kesejahtraan sosial bagi seluruh rakyat indonesia dapat segera terlaksana.
Insyaallah. (p) Andris Susanto
Sumber:
- Al Qur’an dan Al
Hadist
-
Wawancara dengan pelaku dan korban investasi palsu
-
http://andriswelt.blogspot.co.id
Tulisan ini pernah diikutkan dalam lomba karya tulis milad
FPKS 2017 dengan judul "Cukuplah Islam Sebagai Pondasi Perbaikan Kehidupan Ekonomi pada Diri dan Negeri." (penulis hanya peserta dan tak memiliki keterkaitan dengan dengan PKS!)
Komentar
Posting Komentar