Langsung ke konten utama

Hadis Tentang Ibu Sebagai Orang yang Paling Berhak atas Perlakuan Baik Kita


Ibu.. Benar, kebanyakan orang mudah terharu dan pilu jika diingatkan pengorbanan besar seorang ibu. Bukan hanya itu lembutnya belai kasih yang dia berikan adalah cara berbeda yang lebih mampu membuat kita semakin tersentuh atas segala kebaikan tak terhingga dari sosok yang satu ini.

Bisa jadi, ada dari kita yang merasakan hal yang beda. Perlakuan ibu mungkin tak seindah yang tadi disebut. Namun, yakinlah Bro and Sis sekalian, jika situasinya normal atau jika dia memiliki kesempatan untuk menemani kita tumbuh, naluri semua ibu itu sama. Kasih sayang tanpa harap balasan adalah fitrah yang Allah SWT karuniakan kepada seorang ibu.

Karenanya, tak terlalu sulit untuk kita pahami jika Rasulullah mengamanatkan seorang anak untuk memberikan perlakuan terbaik kepada ibunya. Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Seseorang datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Rasulullah saw. menjawab: Ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab lagi: Kemudian ayahmu. (Shahih Muslim No.4621)

Yup.. Bro and Sis, Rasulullah sampai mengulang ucapannya tiga kali untuk hak perlakuan baik seorang anak terhadap ibunya.

Lantas, bagaimana kebanyakan sikap seorang anak dewasa ini terhadap sosok seorang Ibu. Tak sedikit anak, atau mungkin termasuk kita, belum menempatkan sosok ini pada posisi istimewa sebagai kepanjangan tangan Allah SWT.

Ya.. Kepanjangan Allah SWT, Bro and Sis. Hanya ibu yang dititipi sifat penyayang dalam bentuk ruang yang menjadi rumah kita selama 9 bulan sebelum terlahir ke dunia. Bro and Sis, rahim seorang ibulah yang menjaga kita dengan penjagaan terbaik saat kita belum siap menghadapi dunia. Selepas itu, kembali kasih sayangnya terus tercurah tak terputus kendati kita sudah keluar dari rahimnya dan tali ari sebagai penghubung langsung dengan raganya telah diputus.

Dan sekarang, bagaimana sikap kita saat Ibu kita tak lagi bisa menahan diri untuk tak memperlihatkan keingintahuannya, kecemasannya dan kekhawatirannya, sehingga menjadi lebih cerewet dan bersikap berlebihan di mata kita. Mohon jangan menghukumnya karena tak ada sedikitpun kepatutan kita untuk melakukan hal tersebut.

Cobalah ingat kembali. Karena sesungguhnya, begitulah kita saat ibu kita masih memapah dan harus selalu mengawasi kita bermain dulu. Nah, apa beliau mengeluh untuk itu? Tidak! Tidak Bro and Sis, dia malah bercerita dengan bangga dan suka cita kepada ayah kita, keluarga besarnya, atau bahkan tetangga yang ditemuinya tentang lucunya kita saat cerewet, marah, atau nangis tak mau main sendiri.
Bro and Sis, tanpa mengurangi peran besar seorang ayah, mari kita berikan perlakuan terbaik kita untung Sang Ibu. Mungkin ibu kita tak sekuat dulu dalam fisik dan pikirannya, rangkullah dia, ringankanlah pikirannya, jangan biarkan beliau menanggung beban yang sebenarnya bisa kita ringankan. Wallahualam..

Artikel lain tentang Ibu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ternyata, Inilah Sifat yang Bisa Memuliakan dan Menghinakan Manusia

Manusia, Mahluk Berakal yang Harus Mencari Posisinya dalam Tatanan Sosial Diakui atau tidak, sebagai makhluk yang hidup dalam tatanan kehidupan yang teratur, manusia memiliki batasan-batasan dalam segala tindak tanduknya. Karenanya, pengendalian diri dari perilaku yang bisa merusak tatanan sosial di lingkungan sekitar mutlak diperlukan guna menghindari konsekuensi negatif bagi diri maupun lingkungan akibat perilaku merusak tersebut. Sejatinya, seorang manusia memang sudah memiliki filter untuk memilah mana yang baik dan buruk untuk dilakukan sebagaimana Freud yang berteori bahwa Ego yang melakukan tindakan dari dorongan dasar Id bisa dikendalikan oleh superego yang bertugas menentukan tindakan ego tadi dengan pertimbangan baik dan buruknya. Dilansir dari belajarpsikologi.com (07/09/17) Namun demikian, kadang manusia tetaplah kalah dan berbuat di luar ketentuan dikarenakan adanya tuntutan kebutuhan maupun syahwat yang terus mendesak. Contoh sederhananya, hukum positif mau

Kaji Ulang Kartika Putri Berhijab dan Rina Nose Lepas Hijab

tribunnews.com Bukan hal yang aneh ketika seorang manusia berganti pilihan sikap. Sikap yang didasari kecenderungan hati memang sangat mungkin berubah sesuai penguatan diri kita sendiri terhadap nilai-nilai yang kita pegang. Karenanya, sungguh tepat jika kita senantiasa memohon kepada Yang Maha Membolak-balikan Hati untuk diberikan karunia berupa keteguhan hati terhadap petunjuk dan ketaatan. Ya muqallibal khulub tsabit khalbi ala dinika watho'atik. Dua dari sekian contoh mudahnya hati manusia berbolak-balik tergambar dari keputusan Rina Nose dan Kartika Putri. Serupa tapi bertolak belakang dua perempuan yang berprofesi sebagai artis ini mantap mengambil keputusan besar dalam hidupnya masing-masing. Yang satu memutuskan membuka hijab yang sempat beberapa bulan menutup kepalanya, yang lainnya malah berazam untuk mulai berhijab. Terlepas niat yang hanya mereka berdua yang tahu pasti, tugas kita tak sisa selain mendo'akan kebaikan atas setiap keputusan yang mereka am

Hukum dan Ketentuan Qurban

Assalamu’alaikum Bro and Sis.. Kurang dari seminggu lagi kita akan bertemu dengan Hari Raya Idul Adha yang juga dikenal dengan Hari Raya Qurban. Sudah siap dengan hewan qurbannya masing-masing? Biar ibadah qurbannya lebih mantap, yuk kita baca lagi beberapa dall menyangkut ketentuan qurban yang tercantum dalam hadist Nabiullah Muhammad Saw. Perintah Qurban “Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.” QS. Al Kautsar 1-2 Dalam ayat tersebut jelaslah Allah SWT memerintahkan kita untuk berkurban. Namun, sebagaimana perintah sholat dalam ayat tersebut, sifat perintah berkurban bersifat umum / tidak spesifik. Adapun penguatan bahwa hukum berqurban adalah sunah, dapat dilihat dalam hadis, Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: “ Saya menyaksikan bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diber