Tak usah ditanya seberapa besar sayang seorang ayah terhadap anaknya. Sungguh pun sering tak seeksplisit seorang ibu, nurani seorang ayah tak jarang harus berjuang menutup sebagian kasihnya terungkap demi naluri kelaki-lakian yang tak elok untuk terlalu mengumbar perasaan.
Untuk seorang anak laki-laki, tak perlu mencari pembuktian atas itu. Jika Tuhan berkehendak siklus kasih sayang ayah anak akan terulang dan terbukti pada waktunya.
Seberapa besar sayang kita terhadap anak kita? Besar, begitu besar, bahkan tak terhingga.
Demi anak, banyak ingin yang kita tahan demi mendahulukan inginnya. Banyak harap yang kita abaikan demi penuhi harapnya, banyak bahagia yang kita lewatkan demi menghadirkan bahagianya.
Tidakkah itu membuat kita sadar, begitulah ayah kita.
Butuh perjuangan berat bagi ayah kita untuk menahan mewujudkan keinginannya demi mendahulukan ingin kita, mengabaikan harap pribadinya demi memenuhi harap kita, dan banyak bahagianya terlewati hanya demi menghadirkan bahagia kita.
Tapi itu hal wajar.. wujud alami dari kasih seorang ayah terhadap anak. Alibi kita bisa saja bicara demikian.
Meski betul begitu, sayangnya, kita tak pernah mencoba mengerti apakah kini, di sisa lelahnya menyayangi kita, ada kerinduan ayah kita untuk mengecap kehangatan bersama kita.
Mencurahkan kasih sayang terhadap anak kita terlalu membuat kita sibuk dan kian menjauhkan perhatian kita terhadap orang yang justru tak pernah rehat mencurahkan kasih sayangnya kepada kita.
Dialah ayah yang darinya kita belajar menyayangi anak kita.
Sepertinya, kita hampir tak pernah sempat mengingat bahwa posisinya sekarang akan menjadi posisi kita esok hari.
Tidak mungkinkah terjadi jika nanti kita hanya bisa terduduk sendiri di teras rumah menuggu sapa dan senyum anak kita yang jauh di sana?
Maafkan anakmu Ayah.. semoga kita tak lagi hanya bisa 'Titip Rindu Buat Ayah' sebelum menutup segalanya dengan mengucap 'Selamat Jalan Kekasih'.
*****
"Berpisah denganmu tlah membuatku smakin mengerti,
betapa indah saat bersama yang masih selalu ku kenang..
Selamat jalan kekasih, kau lah cinta dalam hidupku.
Aku kehilanganmu untuk selama-lamanya.."
Untuk seorang anak laki-laki, tak perlu mencari pembuktian atas itu. Jika Tuhan berkehendak siklus kasih sayang ayah anak akan terulang dan terbukti pada waktunya.
Seberapa besar sayang kita terhadap anak kita? Besar, begitu besar, bahkan tak terhingga.
Demi anak, banyak ingin yang kita tahan demi mendahulukan inginnya. Banyak harap yang kita abaikan demi penuhi harapnya, banyak bahagia yang kita lewatkan demi menghadirkan bahagianya.
Tidakkah itu membuat kita sadar, begitulah ayah kita.
Butuh perjuangan berat bagi ayah kita untuk menahan mewujudkan keinginannya demi mendahulukan ingin kita, mengabaikan harap pribadinya demi memenuhi harap kita, dan banyak bahagianya terlewati hanya demi menghadirkan bahagia kita.
Tapi itu hal wajar.. wujud alami dari kasih seorang ayah terhadap anak. Alibi kita bisa saja bicara demikian.
Meski betul begitu, sayangnya, kita tak pernah mencoba mengerti apakah kini, di sisa lelahnya menyayangi kita, ada kerinduan ayah kita untuk mengecap kehangatan bersama kita.
Mencurahkan kasih sayang terhadap anak kita terlalu membuat kita sibuk dan kian menjauhkan perhatian kita terhadap orang yang justru tak pernah rehat mencurahkan kasih sayangnya kepada kita.
Dialah ayah yang darinya kita belajar menyayangi anak kita.
Sepertinya, kita hampir tak pernah sempat mengingat bahwa posisinya sekarang akan menjadi posisi kita esok hari.
Tidak mungkinkah terjadi jika nanti kita hanya bisa terduduk sendiri di teras rumah menuggu sapa dan senyum anak kita yang jauh di sana?
Maafkan anakmu Ayah.. semoga kita tak lagi hanya bisa 'Titip Rindu Buat Ayah' sebelum menutup segalanya dengan mengucap 'Selamat Jalan Kekasih'.
*****
"Berpisah denganmu tlah membuatku smakin mengerti,
betapa indah saat bersama yang masih selalu ku kenang..
Selamat jalan kekasih, kau lah cinta dalam hidupku.
Aku kehilanganmu untuk selama-lamanya.."
Komentar
Posting Komentar